NAMA: NURFADILLAH
MUHTAR
JADWAL IMUNISASI ANAK USIA 0-18 TAHUN
IMUNISASI |
USIA |
|||||||||||||||||||||
BULAN |
TAHUN |
|||||||||||||||||||||
LAHIR |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
9 |
12 |
15 |
18 |
24 |
3 |
5 |
6 |
7 |
8 |
9 |
10 |
12 |
18 |
||
|
||||||||||||||||||||||
HEPATITIS B |
1 |
|
2 |
3 |
4 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
POLIO |
0 |
1 |
2 |
3 |
|
|
|
|
|
4 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
BCG |
1 KALI |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
DPT |
|
1 |
2 |
3 |
|
|
|
|
|
4 |
|
|
5 |
|
|
|
|
6(TD/TDAP |
7TD |
|||
HIB |
|
1 |
2 |
3 |
|
|
|
|
4 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
PCV |
|
1 |
|
2 |
|
3 |
|
4 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
ROTAVIRUS |
|
1 |
|
2 |
|
3 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
INFLUENZA |
|
ULANGAN 1X SETIAP 1 TAHUN |
||||||||||||||||||||
CAMPAK |
|
1 |
|
|
2 |
|
|
|
3 |
|
|
|
|
|
|
|||||||
MMR |
|
1 |
|
|
|
2 |
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||
TIFOID |
|
ULANGAN SETIAP 3 TH |
||||||||||||||||||||
HEPATITIS A |
|
2X INTERVAL 6-12 BLN |
||||||||||||||||||||
VARISELA |
|
1X |
||||||||||||||||||||
HVN |
|
2/3 KALI |
||||||||||||||||||||
JAPANESE ENCHEPHALITIS |
|
1 |
|
|
2 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||
DENGUE |
|
3X INTERVAL 6 BLN |
Imunisasi Rutin Lengkap di Indonesia
Kini, konsep imunisasi di Indonesia diubah dari imunisasi dasar
lengkap menjadi imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap atau imunisasi wajib terdiri dari
imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan, dengan rincian sebagai berikut:
Imunisasi dasar
- Usia 0 bulan: 1 dosis hepatitis B
- Usia 1 bulan: 1 dosis BCG dan
polio
- Usia 2 bulan: 1 dosis DPT,
hepatitis B, HiB, dan polio
- Usia 3 bulan: 1 dosis DPT,
hepatitis B, HiB, dan polio
- Usia 4 bulan: 1 dosis DPT,
hepatitis B, HiB, dan polio
- Usia 9 bulan: 1 dosis campak/MR
Imunisasi lanjutan
- Usia 18-24 bulan: 1 dosis DPT,
hepatitis B, HiB, dan campak/MR
- Kelas 1 SD/sederajat: 1 dosis
campak dan DT
- Kelas 2 dan 5 SD/sederajat: 1
dosis Td
Mengenai cakupan imunisasi, data Kementerian Kesehatan
menyebutkan, sekitar 91% bayi di Indonesia pada tahun 2017 telah mendapatkan
imunisasi dasar lengkap. Angka ini masih sedikit di bawah target renstra
(rencana strategis) tahun 2017, yaitu sebesar 92 persen. Sembilan belas dari 34
provinsi di Indonesia juga belum mencapai target renstra. Papua dan Kalimantan
Utara menempati tempat terendah dengan capaian kurang dari 70%.
Berdasarkan data tersebut, diketahui juga bahwa hampir 9% atau
lebih dari 400.000 bayi di Indonesia tidak mendapatkan imunisasi dasar secara
lengkap.
Sedangkan untuk cakupan imunisasi lanjutan, persentase anak usia
12-24 bulan yang telah mendapatkan imunisasi DPT-HB-HiB tahun 2017 mencapai
sekitar 63 persen. Angka ini telah melampaui target renstra 2017 sebesar 45
persen. Sedangkan persentase anak yang mendapatkan imunisasi campak/MR tahun
2017, sebesar 62 persen. Jumlah ini masih jauh dari target renstra 2017 sebesar
92 persen.
Perlu diketahui bahwa imunisasi memang tidak memberikan perlindungan
100 persen pada anak. Anak yang telah diimunisasi masih mungkin terserang suatu
penyakit, namun kemungkinannya jauh lebih kecil, yaitu hanya sekitar 5-15
persen. Hal ini bukan berarti imunisasi tersebut gagal, tetapi karena memang
perlindungan imunisasi sekitar 80-95 persen.
Efek
Samping Imunisasi
Pemberian vaksin dapat disertai efek samping atau kejadian
ikutan pasca imunisasi (KIPI), antara lain demam ringan sampai
tinggi, nyeri dan bengkak pada area bekas suntikan, dan agak rewel. Namun
demikian, reaksi tersebut akan hilang dalam 3-4 hari.
Bila anak mengalami KIPI seperti di atas, Anda dapat memberi
kompres air hangat, dan obat penurun panas tiap 4 jam. Cukup pakaikan anak baju
yang tipis, tanpa diselimuti. Di samping itu, berikan ASI lebih sering,
disertai nutrisi tambahan dari buah dan susu. Bila kondisinya tidak membaik,
segera periksakan anak ke dokter.
Selain reaksi di atas, sejumlah vaksin juga dapat menimbulkan
reaksi alergi parah hingga
kejang. Namun demikian, efek samping tersebut tergolong jarang. Penting diingat
bahwa manfaat imunisasi pada anak lebih besar dari efek samping yang mungkin
muncul.
Penting untuk memberitahu dokter bila anak pernah mengalami
reaksi alergi setelah pemberian vaksin. Hal ini guna mencegah timbulnya reaksi
berbahaya, yang bisa disebabkan oleh pemberian vaksin berulang.
Jenis Imunisasi
di Indonesia
Berikut ini adalah vaksin yang direkomendasikan oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam program imunisasi:
- Hepatitis B
- Polio
- BCG
- DPT
- Hib
- Campak
- MMR
- PCV
- Rotavirus
- Influenza
- Tifus
- Hepatitis A
- Varisela
- HPV
- Japanese encephalitis
- Dengue
Hepatitis B
Vaksin ini diberikan untuk mencegah infeksi hati serius, yang
disebabkan oleh virus hepatitis B. Vaksin hepatitis B diberikan dalam waktu 12 jam setelah bayi
lahir, dengan didahului suntik vitamin K, minimal 30 menit sebelumnya. Lalu,
vaksin kembali diberikan pada usia 2, 3, dan 4 bulan.
Vaksin hepatitis B dapat menimbulkan efek samping, seperti demam
serta lemas. Pada kasus yang jarang terjadi, efek samping bisa berupa
gatal-gatal, kulit kemerahan, dan pembengkakan pada wajah.
Polio
Polio merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus.
Pada kasus yang parah, polio dapat menimbulkan keluhan sesak napas, kelumpuhan,
hingga kematian.
Imunisasi polio pertama kali diberikan saat anak baru dilahirkan
hingga usia 1 bulan. Kemudian, vaksin kembali diberikan tiap bulan, yaitu saat
anak berusia 2, 3, dan 4 bulan. Untuk penguatan, vaksin bisa kembali diberikan
saat anak mencapai usia 18 bulan. Vaksin polio juga bisa diberikan untuk orang dewasa dengan kondisi
tertentu.
Vaksin polio bisa menimbulkan demam hingga lebih dari 39 derajat
Celsius. Efek samping lain yang dapat terjadi meliputi reaksi alergi seperti
gatal-gatal, kulit kemerahan, sulit bernapas atau menelan, serta bengkak pada
wajah.
BCG
Vaksin BCG diberikan untuk mencegah perkembangan tuberkulosis (TB), penyakit infeksi serius yang umumnya menyerang paru-paru.
Perlu diketahui bahwa vaksin BCG tidak dapat melindungi orang dari infeksi TB.
Akan tetapi, BCG bisa mencegah infeksi TB berkembang ke kondisi penyakit TB
yang serius seperti meningitis TB.
Vaksin BCG hanya diberikan satu kali, yaitu saat bayi baru
dilahirkan, hingga usia 2 bulan. Bila sampai usia 3 bulan atau lebih vaksin
belum diberikan, dokter akan melakukan uji tuberculin atau tes Mantoux terlebih dahulu,
untuk melihat apakah bayi telah terinfeksi TB atau belum.
Vaksin BCG akan menimbulkan bisul pada bekas suntikan dan muncul
pada 2- 6 minggu setelah suntik BCG. Bisul bernanah tersebut akan pecah, dan
meninggalkan jaringan parut. Sedangkan efek samping lain, seperti anafilaksis, sangat jarang terjadi.
DPT
Vaksin DPT merupakan jenis vaksin gabungan untuk mencegah
penyakit difteri, pertusis, dan
tetanus. Difteri merupakan kondisi serius yang dapat menyebabkan sesak napas,
paru-paru basah, gangguan jantung, bahkan kematian.
Tidak jauh berbeda dengan difteri, pertusis atau batuk rejan adalah penyakit batuk parah yang dapat memicu gangguan
pernapasan, paru-paru basah (pneumonia), bronkitis, kerusakan otak, hingga
kematian. Sedangkan tetanus adalah penyakit
berbahaya yang dapat menyebabkan kejang, kaku otot, hingga kematian.
Pemberian vaksin DPT harus dilakukan empat kali, yaitu saat anak
berusia 2, 3, dan 4 bulan. Vaksin dapat kembali diberikan pada usia 18 bulan
dan 5 tahun sebagai penguatan. Kemudian, pemberian vaksin lanjutan dapat
diberikan pada usia 10-12 tahun, dan 18 tahun.
Efek samping yang muncul setelah imunisasi DPT cukup beragam, di
antaranya adalah radang, nyeri, tubuh kaku, serta infeksi.
Hib
Vaksin Hib diberikan untuk
mencegah infeksi bakteri Haemophilus influenza tipe B. Infeksi
bakteri tersebut dapat memicu kondisi berbahaya, seperti meningitis (radang
selaput otak), pneumonia (paru-paru basah), septic arthritis (radang sendi),
serta perikarditis (radang pada lapisan pelindung jantung).
Imunisasi Hib diberikan 4 kali, yaitu saat anak berusia 2 bulan,
3 bulan, 4 bulan, dan dalam rentang usia 15-18 bulan.
Sebagaimana vaksin lain, vaksin Hib juga dapat menimbulkan efek
samping, antara lain demam di atas 39 derajat Celsius, diare, dan nafsu makan
berkurang.
Campak
Campak adalah infeksi
virus pada anak yang ditandai dengan beberapa gejala, seperti demam, pilek,
batuk kering, ruam, serta radang pada mata. Imunisasi campak diberikan saat
anak berusia 9 bulan. Sebagai penguatan, vaksin dapat kembali diberikan pada
usia 18 bulan. Tetapi bila anak sudah mendapatkan vaksin MMR, pemberian vaksin
campak kedua tidak perlu diberikan.
MMR
Vaksin MMR merupakan vaksin
kombinasi untuk mencegah campak, gondongan, dan rubella (campak Jerman). Tiga kondisi tersebut merupakan
infeksi serius yang dapat menyebabkan komplikasi berbahaya, seperti meningitis, pembengkakan otak, hingga hilang pendengaran (tuli).
Vaksin MMR diberikan saat anak berusia 15 bulan, kemudian
diberikan lagi pada usia 5 tahun sebagai penguatan. Imunisasi MMR dilakukan
dalam jarak minimal 6 bulan dengan imunisasi campak. Namun bila pada usia 12
bulan anak belum juga mendapatkan vaksin campak, maka dapat diberikan vaksin
MMR.
Vaksin MMR dapat menyebabkan demam lebih dari 39 derajat
Celsius. Efek samping lain yang dapat muncul adalah reaksi alergi seperti
gatal, gangguan dalam bernapas atau menelan, serta bengkak pada wajah.
Banyak beredar isu negatif seputar imunisasi, salah satunya
adalah isu vaksin MMR yang dapat
menyebabkan autisme. Isu tersebut sama sekali tidak benar. Hingga kini tidak
ditemukan kaitan yang kuat antara imunisasi MMR dengan autisme.
PCV
Vaksin PCV (pneumokokus)
diberikan untuk mencegah pneumonia, meningitis, dan septikemia, yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus
pneumoniae. Pemberian vaksin harus dilakukan secara berangkai, yaitu saat
anak berusia 2, 4, dan 6 bulan. Selanjutnya pemberian vaksin kembali dilakukan
saat anak berusia 12-15 bulan.
Efek samping yang mungkin timbul dari imunisasi PCV, antara lain
adalah pembengkakan dan kemerahan pada bagian yang disuntik, yang disertai
demam ringan.
Rotavirus
Imunisasi ini diberikan untuk mencegah diare akibat infeksi rotavirus. Vaksin rotavirus diberikan 3 kali, yaitu saat bayi berusia 2,
4, dan 6 bulan. Sama seperti vaksin lain, vaksin rotavirus juga menimbulkan
efek samping. Pada umumnya, efek samping yang muncul tergolong ringan, seperti
diare ringan, dan anak menjadi rewel.
Influenza
Vaksin influenza diberikan untuk
mencegah flu. Vaksinasi ini bisa
diberikan pada anak berusia 6 bulan dengan frekuensi pengulangan 1 kali tiap
tahun, hingga usia 18 tahun.
Efek samping imunisasi influenza, antara lain demam, batuk,
sakit tenggorokan, nyeri otot, dan sakit kepala. Pada kasus yang jarang, efek
samping yang dapat muncul meliputi sesak napas, sakit pada telinga, dada terasa
sesak, atau mengi.
Tifus
Vaksin ini diberikan untuk mencegah penyakit tifus, yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Pemberian
vaksin tifus dapat dilakukan saat anak berusia 2 tahun, dengan frekuensi
pengulangan tiap 3 tahun, hingga usia 18 tahun.
Meskipun jarang, vaksin tifus dapat menimbulkan sejumlah efek
samping, seperti diare, demam, mual dan muntah, serta kram perut.
Hepatitis A
Sesuai namanya, imunisasi ini bertujuan untuk mencegah hepatitis A, yaitu penyakit peradangan hati yang disebabkan oleh infeksi
virus. Vaksin hepatitis A harus diberikan 2 kali, pada rentang usia 2-18 tahun.
Suntikan pertama dan kedua harus berjarak 6 bulan atau 1 tahun.
Vaksin hepatitis A dapat menimbulkan efek samping seperti demam
dan lemas. Efek samping lain yang tergolong jarang meliputi gatal-gatal, batuk,
sakit kepala, dan hidung tersumbat.
Varisela
Vaksin ini diberikan untuk mencegah penyakit cacar air, yang disebabkan oleh virus Varicella zoster. Imunisasi varisela dilakukan pada
anak usia 1-18 tahun. Bila vaksin diberikan pada anak usia 13 tahun ke atas,
vaksin diberikan dalam 2 dosis, dengan jarak waktu minimal 4 minggu.
1 dari 5 anak yang diberikan vaksin varisela mengalami nyeri dan
kemerahan pada area yang disuntik. Vaksin varisela juga dapat menimbulkan ruam
kulit, tetapi efek samping ini hanya terjadi pada 1 dari 10 anak.
HPV
Vaksin HPV diberikan kepada
remaja perempuan untuk mencegah kanker serviks, yang umumnya disebabkan oleh virus Human
papillomavirus. Vaksin HPV diberikan 2 atau 3 kali, mulai usia 10 hingga 18
tahun.
Umumnya, vaksin HPV menimbulkan efek samping berupa sakit
kepala, serta nyeri dan kemerahan pada area bekas suntikan. Akan tetapi, efek
samping tersebut akan hilang dalam beberapa hari. Pada kasus yang jarang, penerima
vaksin HPV dapat mengalami demam, mual, dan gatal atau memar di area bekas
suntikan.
Japanese encephalitis
Japanese encephalitis (JE) adalah infeksi virus pada otak, yang menyebar melalui
gigitan nyamuk. Pada umumnya, JE hanya menimbulkan gejala ringan seperti flu.
Tetapi pada sebagian orang, JE dapat menyebabkan demam tinggi, kejang, hingga
kelumpuhan.
Vaksin JE diberikan mulai usia 1 tahun, terutama bila tinggal
atau bepergian ke derah endemis JE. Vaksin dapat kembali diberikan 1-2 tahun
berikutnya untuk perlindungan jangka panjang.
Dengue
Imunisasi dengue
dilakukan untuk mengurangi risiko demam berdarah, yang disebarkan oleh
nyamuk Aedes aegypti. Vaksin dengue diberikan 3 kali dengan
interval 6 bulan, pada usia 9 hingga 16 tahun.
thanks guys udah baca blog aku semoga bermanfaat buat kalian jangan lupa komen dan likenya,,makasih..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar